Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyebab Utama Perceraian di Era Modern

Perceraian merupakan momok yang menghantui setiap pasangan yang telah menikah atau bahkan yang sedang dalam hubungan serius menuju pernikahan. Banyak penelitian telah menyoroti permasalahan ini dan menunjukkan bahwa faktor penyebab terbesar perceraian seringkali terkait dengan kondisi ekonomi. Namun, sebelum kita mendalami masalah ekonomi, sebaiknya kita memahami bahwa terdapat beberapa faktor lain yang dapat menjadi latar belakang terjadinya perceraian.

Photo by Hutomo Abrianto on Unsplash

Sejumlah faktor penyebab perceraian ini telah diidentifikasi sebagai yang paling signifikan, berdasarkan hasil rata-rata penelitian di berbagai penjuru dunia. Dalam laporan yang diambil dari sumber seperti ScienceAlert, faktor-faktor ini menjadi perhatian utama dalam upaya memahami kompleksitas permasalahan perceraian.

Menikah pada usia remaja atau ketika telah melewati usia 32 tahun, meskipun bukan selalu, dapat memiliki implikasi pada kestabilan pernikahan.

Menurut penelitian, waktu yang paling ideal untuk menikah adalah ketika kedua pasangan merasa secara bersama-sama telah siap, baik secara fisik maupun mental. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nicholas Wolfinger, setelah usia 32 tahun, ketika seseorang memutuskan untuk menikah, risiko perceraian meningkat sekitar 5 persen setiap tahunnya. Selain itu, semakin besar perbedaan usia di antara pasangan, semakin tinggi risiko perceraian yang mungkin terjadi.

Ketika suami dalam keluarga tersebut tidak bekerja penuh waktu atau bahkan tidak bekerja sama sekali, terutama jika budaya dalam lingkungannya menekankan sebaliknya...

Pada tahun 2016, sebuah studi dari Harvard menemukan bahwa suami yang tidak bekerja memiliki risiko perceraian yang lebih tinggi daripada keluarga dengan kondisi ekonomi di bawah rata-rata. Status pekerjaan istri, pada kenyataannya, ternyata tidak berpengaruh signifikan pada risiko perceraian. Penelitian ini menyoroti fakta bahwa stereotip lingkungan yang mewajibkan suami dalam keluarga untuk bekerja merupakan penyebab utama dari risiko perceraian yang lebih tinggi.

Semakin rendah tingkat pendidikan, risiko perceraian semakin meningkat.

Sejak tahun 1979, National Longitudinal Survey of Youth telah melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin rendah risiko perceraian saat ia menikah. Dalam konteks ini, tingkat pendidikan yang lebih rendah seringkali berdampak pada pendapatan yang lebih rendah dan perkembangan karakter yang kurang sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini dapat menjadi faktor pemicu tingginya tingkat perceraian di antara pasangan yang terpengaruh oleh faktor-faktor tersebut.

Terlalu sering mengkritik atau meremehkan pasanganmu

John Gottman, seorang psikolog dari University of Washington dan pendiri Gottman Institute, mengidentifikasi empat perilaku dalam hubungan yang disebutnya sebagai 'empat penyebab utama kehancuran hubungan', termasuk:

1. Merasa pasanganmu lebih rendah darimu.

2. Mencap kebiasaan pasangan sebagai bagian dari karakternya.

3. Berperan sebagai korban atau selalu merasa menjadi korban dalam situasi sulit.

4. Selalu menghentikan percakapan atau menghindari diskusi.

 

Menyelamati pernikahan dengan terlalu banyak keramaian dan hiruk-pikuk sebagai pasangan yang baru menikah

Menunjukkan kasih sayang dengan pelukan dan ciuman sebagai pasangan yang baru menikah adalah hal yang penting, tetapi juga penting untuk menjaga keseimbangan dalam hubungan. Psikolog Ted Huston menyoroti dalam penelitiannya pada tahun 2001 bahwa pasangan yang bercerai setelah 7 tahun atau lebih, seringkali sulit untuk 'berpisah' pada tahun-tahun awal mereka, bahkan di bawah kondisi yang menekan.

Aviva Patz juga meneliti bahwa pasangan yang terlalu intens dalam kebersamaan mereka di awal pernikahan dapat menghadapi kesulitan dalam mempertahankan tingkat intensitas tersebut seiring berjalannya waktu. Ketika intensitas ini berkurang sedikit saja, seringkali muncul berbagai asumsi yang memicu konflik hingga berpotensi mengarah pada perceraian. Oleh karena itu, penting untuk menjalani hubungan dengan keseimbangan yang tepat, mencari kesibukan positif yang memungkinkan perkembangan individu masing-masing.

Dengan cara ini, ketika waktu bersama terjadi, kalian akan menghargainya secara lebih mendalam, dan bukan hanya sebagai rutinitas sehari-hari. Ini adalah salah satu kunci untuk menjaga hubungan yang sehat agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang.

Terlalu sering menghindari perdebatan atau konflik.

Ketika pasanganmu mencoba untuk berbicara denganmu, apakah kamu diam dan enggan mendengarkan atau bahkan cenderung menghindar? Jika ya, hal ini bisa menjadi pertanda bahwa hubunganmu mengalami ketidaksehatan.

Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Marriage and Family pada tahun 2013 menunjukkan bahwa kecenderungan 'menghindari konflik' dapat meningkatkan risiko perceraian secara signifikan. Menurut hasil penelitian yang dimuat dalam Communication Monographs pada tahun 2014, tidak ada pasangan yang benar-benar bahagia jika kebiasaan ini menjadi bagian dari hubungan mereka.

Terlalu sering menggambarkan hubunganmu dengan sudut pandang yang negatif.

Sejak tahun 1992, penelitian yang dilakukan di University of Washington telah mengembangkan prosedur analisis risiko perpisahan pasangan berdasarkan observasi interaksi verbal antara mereka. Penelitian ini menemukan bahwa pasangan yang sering merendahkan hubungan mereka sendiri memiliki risiko perceraian yang tinggi. Para peneliti menggunakan enam parameter berikut untuk menilai setiap pasangan:

1. Tingkat kedekatan antara pasangan.

2. Perasaan kebersamaan sebagai satu entitas dalam rumah tangga.

3. Sejauh mana pasangan melengkapi satu sama lain.

4. Tingkat negativitas dalam komunikasi dan perilaku.

5. Tingkat kekecewaan dalam hubungan pernikahan.

6. Cara pasangan mendeskripsikan masalah dalam rumah tangga mereka.

Demikianlah tujuh faktor utama yang berpotensi menyebabkan perceraian di berbagai belahan dunia. Perlu diingat bahwa faktor-faktor ini merupakan hasil rata-rata data, dan bukan berarti setiap faktor secara mutlak akan menyebabkan perceraian.

Namun, setidaknya ada pelajaran yang dapat diambil dari faktor-faktor ini agar hubungan pernikahan menjadi lebih sehat. Salah satu hal yang penting adalah berupaya untuk selalu bersikap positif dan komunikatif dalam hubungan pernikahan.